Abstraksi (Talkhish) dan Formulasi Hadis Maulid

Daftar Isi [Tampilkan]

Oleh: Muhammad Akmaluddin


Para pembela maulid mengajukan beberapa hadis yang dianggap sebagai dasar legitimasi praktik tersebut. Namun semuanya hanya memberikan hadis yang berkaitan dengan tema-tema yang ada dalam maulid seperti berpuasa pada hari Senin, mencintai Rasulullah, membaca salawat kepada beliau, dan lainnya. Al-Bantani mengemukakan hal yang berbeda.

Dia secara jelas menggunakan kalimat qala Rasul Allah dalam menulis dasar hadis maulid. Hadis tersebut secara jelas menyebutkan perayaan maulid Rasulullah. Berikut ini adalah redaksi hadis yang diklaim mendasari perayaan maulid:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من عظم مولدي كنت شفيعا له يوم القيامة

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من أنفق درهما في مولدي فكأ نما أنفق جبالا من الذهب في سبيل الله تعالى

Beberapa redaksi di atas dianggap tidak ada sandaran riwayatnya oleh kelompok yang ketat dalam periwayatan hadis. Artinya mereka beranggapan bahwa hadis tersebut mungkin saja ada riwayatnya, namun tidak ditemukan dalam kitab kanonik hadis. Bahkan sebagian mengatakan hadis tersebut adalah hadis palsu yang tidak boleh diriwayatkan. Oleh karena itu, hadis-hadis di atas yang disebut tanpa isnad dan tidak ada dalam koleksi hadis kanonik dianggap sebagai hadis yang sangat lemah, bahkan masuk dalam kategori hadis palsu.

Namun begitu, jika mengikuti pola hadis kelompok tasawuf, ada beberapa tema pokok yang dapat diambil dari redaksi yang dianggap hadis perayaan maulid di atas, yaitu anfaq (memberikan infak atau sedekah), ‘adhdham (memberikan penghormatan), mawlid al-nabi (kelahiran Rasulullah), syafi‘ (pemberi syafaat), yawm al-qiyamah (hari kiamat), dan sabil Allah (jalan Allah).

Sedangkan jika keutamaan maulid diperluas pada pendapat (atsar) sahabat Abu Bakr, ‘Umar b. al-Khattab, Utsman b. ‘Affan, dan ‘Ali b. Abi Talib, maka tema hadis yang ada ditambahi dengan rafiq fi al-jannah (teman di surga), qira’at al- mawlid (membaca maulid), khuruj min al-dunya atau maut (kematian), iman (keimanan), ihya al-Islam (menghidupkan Islam), dan shahadat yawm waq‘at Badr wa Hunayn (ikut perang Badar dan Hunain). Ada juga tambahan beberapa keutamaan maulid lainnya dari al-Syafi‘i (w. 204/820) dan al-Sarri al-Saqti (w. 252/867).

Menurut al-Suyuti dan beberapa pendukungnya, tema-tema hadis yang digunakan untuk legitimasi perayaan maulid terdapat dalam beberapa kitab kanonik hadis. Namun ia hanya menyebut beberapa saja, misalnya seperti hari Senin adalah hari lahir Rasulullah (dzaka yawm wulidtu fih) dan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling mulia di bumi (ana sayyid walad Adam wa la fakhr).

Nawawi al-Bantani juga menambahkan hadis man ahabbani kan ma‘i fi al-jannah sebagai pendukung perayaan maulid. Jika menelusuri lebih lanjut dalam kitab hadis kanonik, tema-tema di atas akan ditemukan dalam beberapa kitab kanonik sebagaimana uraian di bawah ini:

Pertama, anfaq (memberikan infak atau sedekah) dan sabil Allah. Hadis tentang memberi infak atau sedekah banyak dijumpai dalam kitab hadis. Misalnya dalam riwayat Abu Hurayrah dalam Sahih al- Bukhari nomor 1897, 2841, 3216, 3666, dan lainnya yang menerangkan tentang sedekah di jalan Allah. Hadis ini sekaligus berkenaan dengan tema sabil Allah.

Kedua, adhdham (memberikan penghormatan). Hadis tentang memberi penghormatan kepada Rasulullah misalnya tentang Mu‘adh b. Jabal yang meminta izin untuk menghormati Rasulullah dalam Musnad Ahmad nomor 19403, dan juga hadis dalam Jami‘ al-Tirmidzi nomor 2032 yang menjelaskan tentang penghormatan kepada orang mukmin.

Ketiga, Mawlid al-nabi (kelahiran Rasulullah). Hadis tentang kelahiran Rasulullah banyak dijumpai dalam kitab hadis. Misalnya dalam Sunan al-Darimi hadis nomor 5 dan 7, dan Jami‘ al-Tirmidzi nomor 3619.

Keempat, Syafi‘ (pemberi syafaat). Hadis tentang Rasulullah memberikan syafaat dapat dijumpai dalam Sahah Muslim nomor 2278.

Kelima, Yawm al-qiyamah (hari kiamat). Hadis tentang hari kiamat banyak dijumpai dalam kitab hadis. Misalnya dalam Sahah Muslim hadis nomor 24 dan 52.

Jika merujuk pada gagasan isnad-cum-matn, hadis akan berkembang dari versi paling pendeknya di masa-masa awal menjadi versi panjang di kemudian hari. Namun dalam kasus maulid, beberapa hadis yang memuat berbagai macam tema kemudian dijadikan satu menjadi hadis man adhdham, man anfaq, dan lain sebagainya. Berbagai macam tema yang ada di atas sebenarnya sudah disepakati oleh ahli hadis, ahli fikih maupun ahli tasawuf.

Namun hadis yang dipermasalahkan adalah versi ringkasnya yang menggunakan qala Rasul Allah. Jika kelompok ahli hadis dan ahli fikih melihat bahwa man adhdham dan lainnya tidak ada di dalam kitab hadis, maka perayaan maulid tidak ada dasarnya. Sedangkan kelompok ahli tasawuf melihat bahwa man adhdham memiliki esensi ajaran Islam yang terdiri dari enam tema di atas, dan tema tersebut dapat dilacak dalam kitab kanonik hadis.

William Graham mengatakan bahwa beberapa hadis terkait dengan tasawuf banyak yang tidak berasal dari kitab kanonik hadis. Mereka menyandarkan beberapa hadis tersebut kepada Rasulullah, nabi lain atau salah seorang sufi. Hadis tersebut menyebar secara luas di antara mereka. Fenomena tersebut menunjukkan adanya akar spiritualitas Islam yang tenggelam dalam sumber-sumber wahyu.

Versi ringkas hadis maulid man adhdham tidak dijumpai pada masa al-Suyuti dan ulama sebelumnya. Versi tersebut muncul pertama kali dalam kitab Nawawi al-Bantani dan kemudian populer di Indonesia. Ada dua aspek yang mempengaruhi tersebarnya versi ringkas hadis maulid di Indonesia.

Pertama, jika dilihat dari genealogi keilmuannya, al-Bantani mempunyai banyak murid yang tersebar di Indonesia. Murid-murid tersebut kemudian membawa kitab dan pengetahuan al- Bantani ke Indonesia.

Kedua, al-Bantani mengatakan bahwa komentar kitab karangannya, Madarij al-Su‘ud, ditujukan bagi masyarakat yang satu tanah air dengan al-Bantani (li abna’ jinsi), yaitu Indonesia. Ia kemudian membuat komentar yang ringkas, tidak tebal dan menjelaskan berbagai arti dari karangan Sayyid Ja‘far al-Barzanji, kitab maulid yang populer di Indonesia. Versi pendek tersebut juga muncul dalam beberapa penjelasan ceramah pengajian di beberapa tempat dan kitab setelah al-Bantani.

Populernya kitab al-Barzanji di beberapa daerah dikarenakan proses interpretasi yang mencakup referensi, respek, dan respons positif. Terlebih, al-Barzanji adalah Mufti Syafi‘iyah pada abad ke-12 hijriah di Madinah, mazhab yang diikuti mayoritas penduduk di Indonesia.

Di samping itu, perayaan maulid sebagai produk budaya di Indonesia dilakukan oleh berbagai daerah. Mulai dari kesultanan Versi ringkas hadis maulid man adhdham tidak dijumpai pada masa al-Suyuti dan ulama sebelumnya. Versi tersebut muncul pertama kali dalam kitab Nawawi al-Bantani dan kemudian populer di Indonesia. Ada dua aspek yang mempengaruhi tersebarnya versi ringkas hadis maulid di Indonesia.

Pertama, jika dilihat dari genealogi keilmuannya, al-Bantani mempunyai banyak murid yang tersebar di Indonesia. Murid-murid tersebut kemudian membawa kitab dan pengetahuan al- Bantani ke Indonesia.

Kedua, al-Bantani mengatakan bahwa komen- tar kitab karangannya, Madarij al-Su‘ud, ditujukan bagi masyarakat yang satu tanah air dengan al-Bantani (li abna’ jinsi), yaitu Indonesia. Ia kemudian membuat komentar yang ringkas, tidak tebal dan menjelaskan berbagai arti dari karangan Sayyid Ja‘far al-Barzanji, kitab maulid yang populer di Indonesia. Versi pendek tersebut juga muncul dalam beberapa penjelasan ceramah pengajian di beberapa tempat dan kitab setelah al-Bantani.

Populernya kitab al-Barzanji di beberapa daerah dikarenakan proses interpretasi yang mencakup referensi, respek, dan respons positif. Terlebih, al-Barzanji adalah Mufti Syafi‘iyah pada abad ke-12 hijriah di Madinah, mazhab yang diikuti mayoritas penduduk di Indonesia.

Di samping itu, perayaan maulid sebagai produk budaya di Indonesia dilakukan oleh berbagai daerah. Mulai dari kesultanan Cirebon, Yogyakarta, dan berbagai daerah lainnya. Namun banyak yang kemudian menjadikannya antara dikotomi sunnah dan bidah.

Beberapa teks keagamaan yang terkait dengan perayaan maulid ini juga banyak digubah oleh para penyair. Gubahan ini kemudian dianggap sebagai bentuk kelonggaran dalam meriwayatkan cerita Rasulullah. Dalam abstraksi hadis ini, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perayaan maulid, salawatan dan lainnya dianggap mempunyai dasar hadis yang sahih.


Disarikan dari artikel Metode Riwayat bi al-Ma‘nâ dan Hadis Populer di Indonesia: Studi Hadis-hadis Maulid Rasulullah

x

Baca juga:
Labels : #Abstraksi Hadis ,#Ilmu Hadis ,#Maulid ,#Opini ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar