Pengaruh Media Sosial Terhadap Perkembangan Hadis Nabi

Daftar Isi [Tampilkan]
Oleh: Dedi Prayitno
Mahasiswa Pascasarjana FUPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta



Media sosial adalah kombinasi dari kata “media” dan “sosial.” Kata-kata ini memiliki arti yang berbeda-beda, seperti media sebagai alat komunikasi atau wadah yang membawa pesan selama proses komunikasi. Terkadang, istilah “media” merujuk pada sarana dan teknologi tertentu. Salah satu contohnya adalah internet, juga dikenal sebagai “jaringan interkoneksi.” Jaringan besar komputer yang terhubung ke seluruh dunia melalui berbagai sistem komunikasi, seperti telepon, satelit, dan lainnya. Ilmu sosiologi terfokus pada kata sosial. Media sosial menurut Rulli Nasrullah adalah media di internet yang dapat berfungsi sebagai wadah bagi para pengguna untuk menunjukkan diri mereka, sarana untuk berbagi, bekerja sama, dan berkomunikasi, sehingga membentuk hubungan sosial virtual antar sesama pengguna (Istianah 2020).

Tidak dapat disangkal bahwa hadis adalah sumber kedua ajaran Islam setelah Al-Qur’an, karena Hadis memberikan penjelasan kepada Al-Qur’an yang bersifat mujmal (global). Oleh karena itu, hadis tidak dapat dipisahkan dari Al-Qur’an sejak zaman Nabi SAW (Ummah 2019). Kajian hadis terus dilakukan dari masa sahabat hingga generasi berikutnya yaitu tabi’in, baik dari segi sanad maupun matan. Para sahabat dan tabi’in melakukan rihlah ke berbagai tempat untuk memeriksa dan mendapatkan hadis. Generasi berikutnya setelah generasi tabi’in mereka terus melakukan rihlah, mengkaji dan menyodorkan hadis yang mereka terima untuk ditashih kepada para ulama yang ahli.

Setelah kodifikasi hadis selesai, para ulama generasi berikutnya berusaha untuk menyeleksi, sehingga menghasilkan sejumlah besar kitab hadis, seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ al-Tirmidzi, dan lain sebagainya. Kitab-kitab hadis ini seiring dengan berkembangnya teknologi banyak diakses dalam berbagai bentuk digital seperti PDF, atau Word. Maktabah Syamilah, Lidwa Pusaka, Gawami’ Kaleem, dan lain-lain merupakan beberapa nama aplikasi yang mengumpulkan kitab-kitab hadis Nabi. Adanya aplikasi ini memudahkan pengguna membaca dan mencari hadis Nabi (Setiawan 2017). Pengaruh teknologi yang sangat pesat telah mempengaruhi perkembangan hadis, sehingga muncul berbagai aplikasi hadis dengan tampilan yang menarik dan memudahkan pencarian. Namun, di balik kemudahan-kemudahan ini, media sosial juga mempengaruhi perkembangan hadis Nabi. Pengaruh media sosial terhadap perkembangan hadis Nabi dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.

Pengaruh Positif

Kehadiran internet dan media sosial memiliki kemampuan untuk memberikan fasilitas dan respons yang sangat cepat. Saat ini, banyak materi hadis yang tersebar di media sosial, termasuk dalam bentuk aplikasi, meme, dan audiovisual. Hal ini juga berdampak pada perkembangan hadis. Para pengguna media sosial dengan menggunakan ponsel mereka dapat mengakses informasi seperti Al-Qur’an, hadis, dan fiqh dimanapun mereka berada. Setiap aspek kehidupan manusia telah diwarnai oleh kehadiran media sosial ini. Terkait dengan perkembangan hadis, banyak materi hadis yang sudah tersebar di media sosial. Hadis sebagai sumber ajaran Islam dapat diakses dengan mudah dalam bentuk e-book dan aplikasi, Para pengguna dapat mencari hadis melalui aplikasi (Istianah 2020).

Tidak perlu menjauhi atau menghindari kemajuan teknologi yang sangat cepat. Segala aspek kehidupan umat manusia telah mengalami banyak perubahan dengan hadirnya teknologi. Oleh karena itu, teknologi ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan digunakan untuk menyebarkan kebaikan. Media sosial memungkinkan untuk melakukan siaran langsung dan akses publik, sehingga media sosial menjadi sarana yang efektif untuk dakwah. Banyak kajian-kajian tentang hadis dan konten hadis yang tersebar di media sosial, seperti meme dan video visualisasi hadis yang biasanya singkat tetapi memiliki banyak makna. Perkembangan hadis di era digital dapat berkembang di media sosial sebagaimana ia berkembang dalam dunia nyata, Beragam aplikasi tersedia dalam kemasan yang menarik sehingga pengguna dapat mengakses permasalahan hadis yang sebelumnya harus diselesaikan secara manual dengan membuka beberapa kitab hadis, kini pengguna dapat dengan mudah mencari apa yang ingin dicari, dalam aplikasi ini terdapat pula konten- konten seperti Sanad, Matan, dan kritik terhadapnya (Mohd Nasir dkk. 2021).

Pengaruh Negatif

Pada awal perkembangan hadis, keaslian dan kesahihan hadis sangatlah penting; Namun, pola konsumsi hadis di era kontemporer sangat berbeda. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa para ulama terdahulu sangat produktif dalam menerima dan me meriwayatkan hadis, dan beberapa ulama hanya mengakui hadis yang mutawatir dan maqbul. Dengan perkembangan era digital, kebenaran menjadi dipertanyakan. Karena penyebaran kebebasan informasi, sulit untuk mengetahui apakah informasi yang dikirim benar atau salah. Di era internet saat ini, semakin banyak orang yang menyebarkan informasi yang salah, yang berdampak buruk pada masyarakat. Fenomena zaman digital melakukan penyebaran dengan menyebarkan kebenaran namun bukan kebenaran yang substantif. Selain itu, pembenaran yang digunakan untuk menyudutkan sesuatu kemudian dikemas dengan unsur keagamaan (Anisya 2023).

Berkaitan dengan pengaruh dan perkembangan hadis di media sosial telah membawa banyak manfaat bagi para penggunanya, namun di satu sisi juga terdapat kekurangan. Pertama sistem sanad keilmuan telah bergeser. Karena perkembangan teknologi yang cepat dan sulit dihentikan, tingkat pengetahuan agama masyarakat telah berubah, Beralih ke media sosial, untuk belajar agama dalam istilah Kuntowijoyo, seperti “muslim tanpa masjid,” beliau menjelaskan bahwa generasi muda saat ini tidak lagi mendapatkan pengetahuan agama dari lembaga pendidikan “konvensional” seperti generasi sebelumnya, yang mendapatkan pengetahuan agama di pesantren, madrasah, dan masjid. Sedangkan generasi saat ini, mereka banyak belajar agama dari berbagai sumber instan dan siap pakai, seperti CD, VCD, internet, dan media sosial (Istianah 2020).

Kedua kerancuan masyarakat dalam mendapatkan informasi. Informasi digital dapat diakses secara bebas dan kapan saja oleh pengguna, sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, masyarakat harus memiliki kemampuan untuk mengolah data dengan benar, akurat, dan bijaksana. Di balik kemudahan mengakses berbagai sumber informasi, benda mati telah menjadi sumber belajar. Ketika masyarakat merasa cukup terfokus pada benda mati yang dihidupkan, media akan mempengaruhi otoritas ulama dan pemuka agama.

Ketiga kesalahan dalam memahami hadis. Di era digital, hadis sebagai sabda, perbuatan, dan taqrir Nabi semakin populer. Namun, hal ini justru menghasilkan sesuatu yang ironis, mulai dari peningkatan otoritarianisme dalam penafsiran hingga merebaknya penalaran yang cepat saji, Media sosial juga digunakan untuk menyebarkan kajian keislaman yang tidak ramah dan cenderung kaku dalam memahami teks hadis. Oleh karena itu, saat ini tantangannya adalah bagaimana kita bisa menyebarkan pemahaman agama yang benar kepada pengguna media sosial, Jangan sampai kreatifitas digital dikuasai oleh individu yang menyebarkan kebencian, fitnah, dan adu domba yang menyebarkan sikap dan pandangan permusuhan antar agama dan antar suku (Karim 2019).

Keempat kerancuan masyarakat dalam membedakan hadis Nabi dan kalam ulama: kemudahan akses internet membuat sulit bagi masyarakat untuk membedakan mana yang benar-benar hadis Nabi dan mana yang kalam ulama. Salah satu contoh seperti perkataan imam al-Syafi’i dibawah ini:

قال رحمه الله طلب العلم افضل من صلاة المافلة و قال: من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الأخرة فعليه بالعلم

Artinya: imam al-Syafi’i rahimahullah berkata “mencari ilmu lebih utama daripada shalat sunnah” . Beliau juga berkata,” siapa yang menghendaki dunia ia harus berilmu, dan siapa yang menghendaki akhirat ia juga harus berilmu.”

Dalam salah satu blog seseorang, perkataan imam al-Syafi’i ini di sandarkan sebagai hadis Nabi yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Muslim. Setelah diteliti, perkataan itu tidak terdapat di dalam kitab Shahihain melainkan berada di salah satu kitabnya imam al-Syafi’i.

Kelima kesalahan dalam mengutip hadis perawi. Meluasnya penyebaran hadis di media sosial menjadikan sebagian orang mencantumkan hadis tanpa mengetahui siapa periwayat hadis tersebut, sehingga pengguna media sosial harus berhati-hati dalam mengutip hadis tersebut. Misalnya contoh hadis yang tersebar di Instagram berikut ini:

قال رسول الله صلي الله عليه وسلم: للصائم فرحتان: فرحة حين يفطرو وفرحة حين يلقي ربه عز وجل.

Artinya: “Rasulullah bersabda: orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhan-nya” (H.R Muslim).

Di dalam postingan ini, pengguna akun mencantumkan hadist nabi tersebut diriwayatkan oleh imam Muslim. Setelah diteliti, hadis tersebut bukanlah diriwayatkan oleh imam Muslim, melainkan diriwayatkan oleh imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya. Hal ini membuat pengguna media sosial yang membaca hadis ini tanpa menelitinya terlebih dahulu akan salah dalam mengutip hadis tersebut (Sidik Firmansyah 2023). 

Referensi

Anisya, Fadhila. 2023. “Fenomena Hoax Di Media Sosial Dalam Pandangan Hadis.” UInScof 1 (1): 113–22.

Firmansyah, Marisa Rizki Sidik. 2023. “Hadis dan Media Sosial Sebagai Alat Dakwah di Instagram. Study Ilmu Hadis.” Istinarah: Riset Keagamaan, Sosial dan Budaya 5 no 2.

Istianah, Istianah. 2020. “Era Disrupsi dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Hadist di Media Sosial.” Riwayah: Jurnal Study Hadist 6 no 1.

Karim, Abdul. 2019. “Pergulatan Hadis di Era Modern.” Riwayah : Jurnal Studi Hadis 3 (2): 171. https://doi.org/10.21043/riwayah.v3i2.3720.

Mohd Nasir, Mohd Khairulnazrin, Abdul Rahim Kamarul Zaman, Muhammad Adam Abd. Azid, dan Abdul Azib Hussain. 2021. “Trend Kajian Hadis Berasaskan Teknologi Maklumat dan Digital: Suatu Sorotan Literatur: Trends in Hadith Studies Based on Information and Digital Technology: A Literature Highlight.” Hadis 11 (22): 770–79. https://doi.org/10.53840/hadis.v11i22.168.

Setiawan, Wawan. 2017. “Era Digital dan Tantangannya.” Seminar pendidikan nasional.

Ummah, Siti Syamsiyatul. 2019. “Digitalisasi Hadis (Studi Hadis di Era Digital).” Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4 (September).

Baca juga:
Labels : #Mahasiswa ,#Opini ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar