Sejarah dan Karakteristik Syarah Hadis

Daftar Isi [Tampilkan]
Oleh: Ahmat Kori
Pascasarjana Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta



Setiap teks yang muncul baik secara lisan atau tulisan tentunya tidak terlepas dari berbagai penafsiran terhadapnya. Demikian juga dalam memahami sebuah hadis, tafsiran tidak bisa dilepaskan untuk menjelaskan hadis terkait. Istilah tafsir dalam studi hadis dikenal dengan syarah yang secara leksikal memiliki arti memotong atau menyebarkan sesuatu seperti sepotong daging. Syarah dapat juga diartikan penjelasan, keterangan, dan komentar (Karagözoğlu, 2020; Santosa, 2016). Adanya syarah hadis, dapat membantu seseorang untuk memahami maksud dan tujuan sebuah hadis tersebut. Hal tersebut menjadikan syarah hadis memiliki peran penting dalam perkembangan studi hadis.

Sejarah dan Perkembangan Pensyarahan Hadis

Perkembangan syarah hadis sebenarnya telah dimulai dari masa Nabi Muhammad saw, pada masa ini belum diartikan secara formal dengan istilah fiqh al-hadits, fahm al-hadits, syarh al-hadits dan lain sebagainya. Akan tetapi, proses penyampaian hukum maupun jawaban atas pertanyaan para sahabat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah proses pensyarahan. Masa ini dikenal dengan masa awal pensyarahan (al-syarih al-awwal). Hal ini kemudian berlanjut pada zaman sahabat yang dinilai belum teridentifikasinya istilah syarah hadis secara formal  (Suryadilaga, 2017).

Pada masa gencarnya pembukuan hadis di abad ke-2 sampai abad ke-6, pensyarahan hadis mulai terlihat diidentifikasi dengan adanya kitab A‘lam al-Sunan yang mensyarahi Shahih al-Bukhari dan kitab Ma’alim al-Sunan Syarah Sunan Abi Dawud karya Abu Sulaiman al-Khaththabi, dan kitab al-Muqtabis karya Imam al-Bathalyusi. Kemudian ada masa keemasan pensyarahan hadis di masa al-syuruh (656 H /abad ke-7) dengan banyaknya kitab-kitab syarah yang mendominasi di masa itu diantaranya, Kasyf al-Ghitha’ fi Syarh al-Muwaththa’ karya Abu Muhammad bin Abu al-Qasim al-Farhuni,  Syarh al-Muwaththa’ karya Abul Majdi ‘Uqaili bin ‘Athiyyah al-Qusla’i,  dan masih banyak lagi kitab-kitab yang hadir sampai dengan masa-masa selanjutnya (KaragözoÄŸlu, 2020; Suryadilaga, 2017).

Karakteristik Kitab Syarah Hadis

Penulisan kitab syarah hadis yang berkembang tentunya memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang mengidentifikasikan bahwasanya kitab tersebut merupakan kitab syarah. Menurut Mustafa Macit Karagözoğlu, kitab syarah hadis biasanya dimulai dengan pengantar atau pendahuluan kitab yang panjang. Panjang pendahuluan bervariasi, mulai beberapa paragraf bahkan memiliki jilid tersendiri seperti pendahuluan Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari Karya Ibnu Hajar al-Asqalani yang diberi judul Hady al-Saari. Bahkan pendahuluan juga berisikan penjelasan terkait kitab yang  disyarah, memuji karakteristik dasar sebuah kitab, menyoroti metode-metode dari kitab serta mengevaluasi periwayat di dalam kitab hadis yang disyarah tersebut seperti Tuhfah al-Ahwadzi Syarh Jami’ al-Tirmidzi karya Al-Mubarakfuri (KaragözoÄŸlu, 2020).

Susunan kitab syarah hadis biasanya sama dengan urutan bab dan hadis dalam kitab hadis yang akan disyarah. Hal ini dikarenakan pensyarah hadis memosisikan dirinya sebagai penjelas dari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab hadis yang dirujuknya. Hal ini untuk mempermudah para pembaca dalam membaca dan mengutip sebuah hadis sekaligus dengan penjelasannya. Selain hal tersebut, kitab syarah terdapat beberapa elemen yang biasanya terdapat elemen berikut, adanya identifikasi terhadap sumber-sumber hadis yang sama atau serupa (takhrij al-hadits), terdapat identifikasi dan kritik para perawi (sanad), pensyarah juga membahas kata-kata langka yang terdapat dalam sebuah hadis (gharib al-hadits), pensyarah hadis juga biasanya mengkritik pensyarah terdahulu sebagai evaluasi terhadap studi syarah hadis, dan kitab syarah hadis terdapat jawaban atas pertanyaan baik dari para pengkritik maupun umat sebagai upaya meyakinkan para pembaca akan penafsiran atau syarah yang ia susun.

Dengan mengetahui sedikit sejarah pensyarahan hadis beserta karakteristik kitab-kitab syarah hadis yang ada, menjadi bekal awal kita untuk menjelajahi setiap hadis hendaknya disertai dengan penjelasannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa begitu panjangnya sejarah hadis yang ada tidak dapat dipisahkan dari sejarah ulumul hadis yang berkembang termasuk syarah hadis. 

Referensi

KaragözoÄŸlu, M. M. (2020). Commentaries. Dalam The Willey Blackwell Consice Companion to the Hadith (hlm. 159–185). Jhon Willey & Sons Ltd.

Santosa, S. (2016). Melacak Jejak Pensyarahan Kitab Hadis. Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, 1(1). https://core.ac.uk/download/pdf/234031206.pdf

Suryadilaga, M. A. (2017). Metodologi Syarah Hadis dari Klasik Hingga Kontemporer. Kalimedia.

Baca juga:
Labels : #Mahasiswa ,#Opini ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar