Setiap teks yang muncul baik secara
lisan atau tulisan tentunya tidak terlepas dari berbagai penafsiran
terhadapnya. Demikian juga dalam memahami sebuah hadis, tafsiran tidak bisa
dilepaskan untuk menjelaskan hadis terkait. Istilah tafsir dalam studi hadis
dikenal dengan syarah yang secara leksikal memiliki arti memotong atau
menyebarkan sesuatu seperti sepotong daging. Syarah dapat juga diartikan
penjelasan, keterangan, dan komentar (Karagözoğlu, 2020; Santosa, 2016). Adanya syarah hadis, dapat
membantu seseorang untuk memahami maksud dan tujuan sebuah hadis tersebut. Hal
tersebut menjadikan syarah hadis memiliki peran penting dalam perkembangan
studi hadis.
Sejarah dan Perkembangan Pensyarahan
Hadis
Perkembangan syarah hadis sebenarnya
telah dimulai dari masa Nabi Muhammad saw, pada masa ini belum diartikan secara
formal dengan istilah fiqh al-hadits, fahm al-hadits, syarh al-hadits
dan lain sebagainya. Akan tetapi, proses penyampaian hukum maupun jawaban atas
pertanyaan para sahabat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah
proses pensyarahan. Masa ini dikenal dengan masa awal pensyarahan (al-syarih
al-awwal). Hal ini kemudian berlanjut pada zaman sahabat yang dinilai belum
teridentifikasinya istilah syarah hadis secara formal (Suryadilaga, 2017).
Pada masa gencarnya pembukuan hadis di
abad ke-2 sampai abad ke-6, pensyarahan hadis mulai terlihat diidentifikasi
dengan adanya kitab A‘lam al-Sunan yang mensyarahi Shahih al-Bukhari
dan kitab Ma’alim al-Sunan Syarah Sunan Abi Dawud karya Abu Sulaiman
al-Khaththabi, dan kitab al-Muqtabis karya Imam al-Bathalyusi. Kemudian
ada masa keemasan pensyarahan hadis di masa al-syuruh (656 H /abad ke-7)
dengan banyaknya kitab-kitab syarah yang mendominasi di masa itu diantaranya, Kasyf
al-Ghitha’ fi Syarh al-Muwaththa’ karya Abu Muhammad bin Abu al-Qasim
al-Farhuni, Syarh al-Muwaththa’
karya Abul Majdi ‘Uqaili bin ‘Athiyyah al-Qusla’i, dan masih banyak lagi kitab-kitab yang hadir
sampai dengan masa-masa selanjutnya (Karagözoğlu, 2020; Suryadilaga,
2017).
Karakteristik Kitab Syarah Hadis
Penulisan kitab syarah hadis yang
berkembang tentunya memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang
mengidentifikasikan bahwasanya kitab tersebut merupakan kitab syarah. Menurut
Mustafa Macit Karagözoğlu, kitab syarah hadis biasanya dimulai dengan pengantar
atau pendahuluan kitab yang panjang. Panjang pendahuluan bervariasi, mulai
beberapa paragraf bahkan memiliki jilid tersendiri seperti pendahuluan Fath
al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari Karya Ibnu Hajar al-Asqalani yang diberi
judul Hady al-Saari. Bahkan pendahuluan juga berisikan penjelasan
terkait kitab yang disyarah, memuji
karakteristik dasar sebuah kitab, menyoroti metode-metode dari kitab serta
mengevaluasi periwayat di dalam kitab hadis yang disyarah tersebut seperti Tuhfah
al-Ahwadzi Syarh Jami’ al-Tirmidzi karya Al-Mubarakfuri (KaragözoÄŸlu, 2020).
Susunan kitab syarah hadis biasanya
sama dengan urutan bab dan hadis dalam kitab hadis yang akan disyarah. Hal ini
dikarenakan pensyarah hadis memosisikan dirinya sebagai penjelas dari
hadis-hadis yang terdapat dalam kitab hadis yang dirujuknya. Hal ini untuk
mempermudah para pembaca dalam membaca dan mengutip sebuah hadis sekaligus
dengan penjelasannya. Selain hal tersebut, kitab syarah terdapat beberapa
elemen yang biasanya terdapat elemen berikut, adanya identifikasi terhadap
sumber-sumber hadis yang sama atau serupa (takhrij al-hadits), terdapat
identifikasi dan kritik para perawi (sanad), pensyarah juga membahas kata-kata
langka yang terdapat dalam sebuah hadis (gharib al-hadits), pensyarah
hadis juga biasanya mengkritik pensyarah terdahulu sebagai evaluasi terhadap
studi syarah hadis, dan kitab syarah hadis terdapat jawaban atas pertanyaan
baik dari para pengkritik maupun umat sebagai upaya meyakinkan para pembaca
akan penafsiran atau syarah yang ia susun.
Dengan mengetahui sedikit sejarah
pensyarahan hadis beserta karakteristik kitab-kitab syarah hadis yang ada,
menjadi bekal awal kita untuk menjelajahi setiap hadis hendaknya disertai dengan
penjelasannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa begitu panjangnya sejarah hadis
yang ada tidak dapat dipisahkan dari sejarah ulumul hadis yang berkembang
termasuk syarah hadis.
Referensi
Karagözoğlu, M. M. (2020).
Commentaries. Dalam The Willey Blackwell Consice Companion to the Hadith
(hlm. 159–185). Jhon Willey & Sons Ltd.
Santosa, S. (2016).
Melacak Jejak Pensyarahan Kitab Hadis. Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, 1(1).
https://core.ac.uk/download/pdf/234031206.pdf
Suryadilaga, M. A. (2017). Metodologi Syarah Hadis dari Klasik Hingga Kontemporer. Kalimedia.