Meneladani Semangat Para Sahabat Nabi dalam Belajar Hadis

Daftar Isi [Tampilkan]
Oleh: Ilham Syamsul

Aktivitas mengaji di Pondok Pesantren. (Foto: dok/Ngopibareng.id)

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu manusia dapat membedakan antara kebenaran dan keburukan. Hal ini tertera dalam hadis Nabi saw. yang mewajibkan menuntut ilmu kepada semua Muslim (termasuk laki-laki maupun perempuan). Semangat dalam menuntut ilmu sebenarnya sudah dicontohkan oleh sahabat-sahabat Nabi saw. pada masa awal. Misalnya semangat para sahabat dalam menghafal hadis, semangat para sahabat untuk mengikuti majlis ilmu yang diadakan Nabi saw., semangat mereka untuk saling mengingatkan hadis, dan lain-lain.

Guru dan Kelompok Belajar di Zaman Nabi saw.

Ada sebuah riwayat yang lemah, menyebutkan bahwa Nabi saw. pernah menyebut dirinya sebagai “guru” (mu’allim). Dalam sebuah riwayat, ‘Abdullah bin ‘Amr berkata “Pada suatu hari Nabi saw. keluar dari salah satu kamarnya dan masuk ke masjid. Tiba-tiba beliau melihat orang-orang berkelompok menjadi dua, satu kelompok membaca Al-Qur’an dan berdo’a, sedangkan kelompok lain belajar kepada seorang guru. Nabi saw. lalu bersabda “semuanya itu baik”. Kelompok ini membaca Al-Qur’an dan berdo’a. Sedangkan kelompok yang lain, mereka belajar dan mengajar. Saya sendiri diutus sebagai pengajar.”


Memang Nabi saw. sering duduk dalam sebuah halaqah bersama para sahabat untuk mengajar mereka. Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan: “Suatu ketika Rasulullah saw. duduk di masjid bersama para sahabat, tiba-tiba datang tiga orang. Dua orang menghadap Nabi saw., sedang yang satu pergi. Kemudian dua orang tersebut berdiri di depan Nabi saw., dan setelah salah satunya melihat tempat kosong dalam halaqah itu, ia lalu duduk di tempat kosong tersebut.”


Terkadang Nabi saw. juga duduk di atas mimbar sambil mengajarkan masalah-masalah agama kepada para sahabat, sedang mereka duduk mengelilingi Nabi saw.. Bahkan masalah-masalah agama yang penting diulangi sampai tiga kali.


Semangat Para Sahabat untuk Belajar Hadis

Para sahabat selalu memperhatikan tingkah laku, perbuatan, ucapan, dan gerak-gerik Nabi saw. dengan cermat. Hal tersebut menunjukkan bahwa para sahabat sangat antusias untuk menghafal sabda-sabda Nabi saw. yang telah mereka dengarkan. Selain itu, mereka juga berusaha untuk mengamalkan hal-hal yang telah mereka pelajari. Oleh karena itu, para sahabat harus memanfaatkan waktu belajar yang mereka miliki.

Anas bin Malik berkata: “Suatu ketika, kami duduk bersama Nabi saw., jumlah kami kurang lebih enam puluh orang. Nabi saw. menyampaikan hadisnya kepada kami, setelah itu, beliau pergi untuk suatu keperluan, kami mendiskusikan kembali masalah-masalah yang beliau sampaikan tadi, sampai mendapatkan pemahaman yang mantap dan tertanam kedalam hati kami”.

Bahkan sejumlah sahabat ada yang menghafal hadis kemudian memperdengarkannya kembali kepada Rasulullah saw. Antara lain ketika utusan ‘Abd Al-Qais datang menghadap Nabi saw., mereka kemudian oleh Nabi saw. diserahkan kepada para sahabat Anshar. Salah seorang dari utusan itu kemudian berkata: “Kemudian Nabi saw. menerima kami satu persatu, beliau memeriksa apa yang telah kami pelajari. Di antara kami ada yang belajar “tahiyyat”, “umm al-Kitab”, dan satu atau dua surah Al-Qur’an”, dan satu atau dua Hadis.”

Pada dasarnya tidak semua sahabat dapat menghadiri majelis taklim yang diadakan oleh Nabi saw. secara terus menerus. Maka dari itu, sahabat mengatur waktu untuk bergiliran mengikuti majelis taklim, sehingga dapat saling menambah pelajaran-pelajaran yang tertinggal. Bahkan Imam Bukhari membuat bab khusus dalam kitabnya, yaitu bab al-tanawwub fi al-‘ilm (bergiliran dalam belajar).

Imam Bukhari juga meriwayatkan kisah ‘Umar sebagai berikut: “‘Umar berkata: “Saya bersama salah seorang tetangga saya dari golongan Anshar yang tinggal di kampung Bani Umayyah bin Zaid di pinggiran kota Madinah yang tinggi. Kami saling bergantian untuk mengikuti pengajian yang diadakan oleh Nabi saw.. Hari ini ia yang ikut, kemudian esoknya saya yang ikut. Apabila saya yang ikut, maka saya yang datang ke rumahnya memberitahukan isi pengajian Nabi saw. pada hari itu, dan apabila ia yang ikut, ia pun melakukan hal yang sama.”

Ada riwayat lain tentang sahabat yang sangat antusias untuk belajar hadis Nabi saw.. Diriwayatkan bahwa “sahabat Sulait diberi sebidang tanah oleh Nabi saw. untuk mengurusnya. Setelah itu, ia mendengar bahwa pada saat ia tidak mengikuti pengajian, Allah menurunkan ayat ini dan itu, Nabi saw. juga memutuskan masalah ini dan itu. Akhirnya ia kembali menghadap Nabi saw. dan berkata: “Wahai Rasulullah saw, tanah yang kamu berikan kepadaku itu telah menyibukkan saya, sehingga saya tidak dapat mengikuti pengajian. Maka terimalah kembali tanah itu karena saya tidak perlu kepada hal-hal yang menyibukkan saya sehingga tidak dapat mengikuti pengajianmu.”

Dari peristiwa-peristiwa yang telah dipaparkan sebelumnya, para sahabat yang hadir dalam pengajian Nabi saw. ternyata rajin menyampaikan isi pengajian itu kepada mereka yang tidak hadir. Selain itu, mereka yang tidak hadir selalu tekun dan rajin untuk menambah pelajaran-pelajaran yang tertinggal.

 

Menghafal Hadis Nabi saw. pada Masa Awal

Sahabat senantiasa untuk menghafal dan mengingat-ingat kembali hadis-hadis Nabi saw. (mudzakarah, memorizing), baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Dalam menghafal, sahabat yang satu dapat meminta bantuan sahabat yang lain. Misalnya Abu Hurairah yang dikategorikan sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis karena ia mampu mengatur waktu dengan baik dalam belajar hadis. Abu Hurairah mengatakan bahwa ia selalu membagi satu malam menjadi tiga bagian; sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk sembahyang, dan sepertiganya lagi untuk menghafal hadis.


Sahabat juga senantiasa untuk saling mengingatkan hadis Nabi saw. agar tidak lupa. Sebagaimana suatu riwayat yang disebutkan bahwa Abu Musa al-Asy’ari dan ‘Umar bin al-Khattab saling mengingatkan hadis Nabi saw. sampai subuh tiba. Dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, ada riwayat Thawus yang menuturkan bahwa ketika Zaid bin Arqam datang, ia diajak Ibnu Abbas: “Apa yang anda dengar dari Nabi saw. tentang daging...?”


Adapun anjuran para sahabat untuk menghafal atau mengingat-ingat hadis sangat banyak jumlahnya. Misalnya dapat dilihat pada apa yang telah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Abu Said Al-Khudri, dan lain-lain. Ata’ bin Rabah menuturkan bahwa Ibnu Abbas berkata: “Apabila kalian mendengar hadis dari aku, hendaknya kalian saling mengingat-ingatkan.” Sa’id bin Jubair juga meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata: “Ingat-ingatlah hadis ini agar ia tidak hilang, sebab hadis tidak seperti Al-Qur’an yang dipelihara secara keseluruhan oleh Allah. Apabila kalian tidak mau mengingat-ingat hadis, maka hal itu akan hilang.”


Dalam Sunan al-Darimi, Ibnu Mas’ud juga berkata: “Ingat-ingatlah Hadis Nabi saw., sebab dengan mengingat-ingat seperti itu Hadis akan terpelihara kelestariannya.” Abu Sa’id al-Khudri juga berkata: “Ingat-ingatlah hadis Nabi saw., sebab dengan mengingat-ingat hadis itu dapat mengingatkan hadis yang lain.” Demikian pula Ali bin Abi Thalib, beliau berkata: “Ingat-ingatlah hadis Nabi saw., sebab apabila kalian tidak mau melakukan hal itu, maka hadis akan punah.”


Seperti itulah tradisi mengingat-ingat atau menghafal hadis di zaman sahabat dan berlangsung sampai periode tabiin. Semoga dengan membaca kisah-kisah di atas kita dapat meneladani para sahabat yang sangat antusias dalam menuntut ilmu.

Baca juga:
Labels : #Mahasiswa ,#Opini ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar