Dua Arah Sabda Rasul untuk Moderasi Beragama di Indonesia

6 min read
Oleh: Muhammad Akmaluddin



1. Moderasi dan Dua Arah Alquran

Dalam menjalankan dan menyampaikan perintah Allah, Rasulullah selalu menekankan pentingnya keseimbangan dua arah. Misalnya dalam kebaikan, Alquran memerintahkan untuk meminta kebaikan tidak hanya di dunia maupun di akhirat (fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirah hasanah). Dalam hal ini, Muhammad bin ‘Umar al-Razi atau yang terkenal dengan Fakhr al-Din al-Razi (w. 606/1210) dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib mengatakan bahwa ada tiga kelompok dalam kebaikan yang dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 201. Pertama mereka yang meminta kebaikan hanya di dunia saja. Kedua mereka yang meminta kebaikan di dunia dan akhirat sekaligus. Ketiga mereka yang meminta kebaikan di akhirat saja.

Menurut al-Rāzī, manusia diperintahkan untuk meminta perlindungan dari segala keburukan dunia dan akhirat (syurur al-dunya wa al-akhirah). Dengan demikian, perintah untuk meminta kebaikan di dua sisi sekaligus, yaitu di dunia dan akhirat, yang menjadi perintah Allah di dalam Alquran. Keseimbangan dua arah ini juga menjadi salah satu dari sembilan nilai moderasi beragama. Nilai tersebut adalah kemanusiaan, kemaslahatan umum, adil, berimbang, taat konstitusi, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghormatan kepada tradisi.

Moderasi beragama juga mempunyai empat indikator utama. Pertama komitmen kebangsaan, sebagai penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan regulasi di bawahnya. Kedua toleransi yaitu menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat. Ketiga anti kekerasan yaitu menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Keempat penerimaan terhadap tradisi yaitu ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.

2. Keseimbangan Dua Arah dalam Hadis

Rasulullah ketika ditanya seseorang tentang beragama Islam yang paling baik bersabda:

Baca juga:

تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ

“Memberikan makan dan menebarkan kedamaian kepada orang yang engkau kenal maupun tidak.” (HR. al-Bukhārī, Muslim dan Aḥmad).

Dalam hadis tersebut, Rasulullah memerintahkan untuk memberikan makan kepada semua orang sebagai simbol kepedulian dan kemanusiaan. Sedangkan menebarkan kedamaian, baik bagi yang sudah dikenal maupun belum, sebagai simbol keseimbangan dalam menerapkan dan melestarikan kedamaian. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr al-Marwazi (w. 294/906) dalam kitabnya, Ta‘dhim Qadr al-Ṣalah, Rasulullah bersabda:

مَنْ أَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَأَطَاعَ، فَقَدْ تَوَسَّطَ الْإِيمَانَ، وَمَنْ أَحَبَّ فِي اللَّهِ، وَأَبْغَضَ فِي اللَّهِ، وَأَعْطَى فِي اللَّهِ، وَمَنَعَ فِي اللَّهِ، فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ

“Barang siapa yang melaksanakan shalat, menunaikan zakat, mendengarkan dan taat, maka ia telah benar-benar berada dalam pertengahan iman. Barang siapa yang cinta dan benci karena Allah, memberikan dan melarang karena Allah, maka ia benar-benar menyempurnakan iman.”

Hadis tersebut menjelaskan bahwa tawassuth (pertengahan) adalah batas minimal iman. Sedangkan kesempurnaan (istikmal) adalah batas maksimal dari konsep iman. Konsep iman mempunyai batas minimal agar iman tersebut memenuhi syarat dan rukunnya. Sedangkan untuk kesempurnaan iman, seseorang harus selalu berusaha memperbaiki kualitas ibadah dan amaliahnya sehingga ia bisa mencapai derajat tersebut.

Di samping itu, hadis tersebut juga menekankan pentingnya keseimbangan dua arah: antara shalat dan zakat, antara mendengarkan dan taat, antara cinta dan benci serta antara memberikan dan melarang. Pertama shalat merupakan ibadah yang berkaitan antara manusia dengan Allah. Ibadah yang sifatnya vertikal ini melambangkan hubungan manusia dengan penciptanya. Namun hal ini tidak cukup, karena manusia hidup dengan sesama dan makhluk lain yang berada di sekitarnya. Oleh karena itu, harus diimbangi dengan zakat yang merupakan ibadah yang sifatnya horizontal. Zakat melambangkan hubungan manusia dengan sesama dan makhluk lain di sekitarnya. Jika shalat menyucikan diri dalam beribadah, maka zakat menyucikan diri dalam bermuamalah.

Kedua mendengarkan dan taat. Dalam hal ini, banyak orang yang mau mendengarkan, baik dengan saksama maupun tidak, baik faham atau tidak. Namun tidak semua yang mendengarkan dan faham, apalagi yang tidak, mengerti akan apa yang disampaikan. Oleh karena itu, perilaku mendengarkan ini harus dilaksanakan dan ditaati agar ibadah dan perintah benar-benar ditunaikan dan dilaksanakan dengan baik.

3. Moderasi Beragama dan Sabda Rasul

Beberapa sabda Rasulullah di atas tidak ditujukan kepada masyarakat yang homogen, yang hanya diisi oleh orang Arab dan umat Islam saja, dan untuk seluruh masyarakat. Namun sasaran dari pernyataan Rasulullah adalah masyarakat majemuk, yang terdiri dari orang Arab dan non-Arab, masyarakat Muslim dan non-Muslim, kelompok pribumi (Anshar dan suku lokal) dan pendatang (Muhajirun), masyarakat desa dan kota dan seluruh yang ada di Madinah pada waktu itu.

Pesan Rasulullah tidak bertujuan untuk memenangkan orang Islam dan mengalahkan musuhnya sebagaimana hukum peperangan dan kekuasaan di tanah Arab pada waktu itu. Namun beliau memenangkan semua pihak, yang dalam falsafah Jawa disebut sebagai menang tanpo ngasorake. Revolusi inilah yang membuat semua pihak tidak ada yang merasa kalah dan direndahkan. Yang menang merasa dia memang berhak untuk menang, sedangkan yang kalah merasa dia menang karena tidak direndahkan dan dikucilkan.

Sabda beliau bisa dilihat dalam situasi normal, tertekan dan darurat. Dalam situasi normal, maka sabda Rasulullah akan berisi tentang pentingnya menjaga keseimbangan dua arah. Namun ketika umat Islam dalam situasi tertekan, maka sabda beliau biasanya cenderung defensif dan berisi ajakan untuk bersabar dan menahan diri. Jarang sekali sabda beliau berisi ajakan ofensif, kecuali memang dalam situasi darurat. Dua situasi terakhir biasanya banyak terdapat dalam hadis-hadis yang berisi tentang peperangan atau ekspedisi militer, baik yang dipimpin oleh beliau secara langsung ataupun tidak.

Dengan demikian, hadis Rasulullah yang umum dan universal minimal harus memenuhi dua kelompok tersebut, dan untuk kesempurnaannya mencakup semua kelompok, baik yang Muslim maupun non-Muslim. Tidak heran jika sikap Rasulullah terhadap masyarakat majemuk juga diterapkan oleh para ulama di Indonesia dengan masyarakat yang serupa. Misalnya Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa agama dan negara tidak saling bertentangan. Keduanya bisa berjalan seiring, bahkan saling memperkuat. KH Said Agil Siraj juga menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara Islam, tetapi negara damai atau darussalam.

Dengan konsep tersebut, maka baik Muslim dan non-Muslim mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam negara. Keseimbangan dua antara Muslim yang menjadi mayoritas dan non-Muslim yang menjadi minoritas dan kesepakatan dua kutub tersebut jelas membawa pesan Rasulullah yang memenangkan semua pihak, yang dalam falsafah Jawa disebut sebagai menang tanpo ngasorake.


Labels : #Kemenag ,#Moderasi Beragama ,#Nusantara ,#Opini ,#PKDP 2024 ,#UIN Sunan Kalijaga ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar